Analogi Petak Umpet
Petak umpet
pada masanya, “satu, dua, tiga, empat, lima” adalah bunyi yang telah melegenda.
Ketika suara sudah sampai di angka lima, suasana hening seketika. Semua kawan
bersembunyi di berbagai tempat yang sekiranya aman untuk bertahan. Tidak
tanggung-tanggung sampai ada yang mengumpat dengan menutupi badannya oleh tong
sampah supaya tidak bisa ditemui. Permainan itu patut dirindui, sebab petak
umpet adalah permainan tradisional yang secara tidak langsung dapat
meningkatkan jiwa sosial bagi anak-anak sejak dirinya masih kecil.
Selain itu,
masih banyak hal-hal positif yang dapat memengaruhi pertumbuhan anak-anak
akibat permainan tradisonal, petak umpet salah satunya. Di desaku dulu, petak
umpet bukan hanya permainan soal bagaimana kita pandai bersembunyi. Namun juga
soal siapa yang lebih cepat dan lebih dahulu menyentuh tembok yang digunakan
oleh pencari untuk menghitung tadi. Petak umpet adalah kunci keharmonisan dalam
hubungan pertemanan, yang bisa menimbulkan sikap peduli sama lain, dan lain
semacamnya.
Namun seiring
dengan berkembangnya zaman, permainan yang dapat membangun keharmonisan
bersaudara itu hampi punah dikalangan anak-anak. Kejar-kejaran yang dulu lumrah
terjadi, kini berganti oleh tembak-tembakan yang ada di gadget dan itu
pun dimainkan sendiri di rumah masing-masing. Dahulu setiap sore anak-anak akan
berkumpul di lapangan hanya untuk bermain, tapi hari ini tak perlu berkumpul
pun mereka sudah bermain bersama-sama meski itu secara online.
Dampaknya, jiwa sosial yang dahulu dimiliki anak-anak di zaman petak umpet
sekarang hangus akibat permainan-permainan online tersebut.
Game online
telah menjajah game offline budaya kita sendiri. Jika dibanding-bandingkan
antara game online dengan permainan tradisional, akan lebih baik jika anak-anak
di zaman ini kembali diasupi oleh permainan tradisional. Mengapa demikian? Game
online yang banyak dimainkan hari ini, sama sekali tidak ada yang mendidik,
secara tidak langsung anak-anak diajarkan bagaimana caranya membunuh, merampok,
berjudi, bahkan sampai-sampai diasupi pornografi didalamnya.
Sedangkan didalam permainan tradisional, anak-anak dididik untuk bisa mandiri, berfikir, saling membantu sama lain, dan secara tidak langsung akan menumbuhkan sikap sosialis yang tinggi terhadap sesama. Contohnya saja layang-layang, untuk bisa menerbangkan layang-layang tersebut anak-anak diajarkan untuk terus berusaha supaya layang-layang tersebut bisa melayang tinggi terbawa angin. Masih banyak dampak positif yang bisa diambil oleh anak-anak dengan memainkan permainan tradisional. Anak-anak harus diajarkan untuk menjadi si Bolang ketimbang hanya diam di rumah sambil bermain game petualangan yang itu pun bersifat online. Akan lebih baik jika anak-anak belajar langsung kepada alam ketimbang hanya mempelajari alam secara virtual. Sudah seharusnya kita merebut kembali permainan tradisional budaya leluhur kita sendiri.
“Petak umpet kami rindu padamu”
Komentar
Posting Komentar