Kesalahpahaman Feminisme : Menjadi Setara, Bukan Berarti Menjadi Laki-Laki

Seiring berkembangnya zaman, teori feminisme kian berbalik tujuan dengan tidak lagi menyuarakan kesetaraan antara perempuan dan laki laki. Hal yang menjadi landasan munculnya gerakan feminis di tengah-tengah masyarakat adalah adanya struktur sosial tradisional yang menempatkan perempuan dengan status yang lebih rendah daripada laki-laki. Pemahaman tersebut kemudian menyudutkan budaya patriarki, dimana laki-laki menjadi pemegang kuasa utama dalam hal kesetaraan gender.  Akhir-akhir ini, perempuan kehilangan identitas gendernya sebagai feminin yang seharusnya memiliki perbedaan dengan laki-laki yang maskulin. Tujuan feminisme adalah menuntut keadilan dimana perempuan tidak lagi direndahkan, tidak dianggap lemah dan tidak diabaikan oleh kaum laki-laki. Tetapi, tujuan tersebut justru berpindah haluan dengan menjadikan kesetaraan sebagai suatu konsep yang harus memberikan kesamaan perilaku, kebutuhan, identitas antara perempuan dan laki-laki. Akhirnya, setiap perempuan yang mengalami dinamika dan kesalahpahaman akan feminisme banyak menjadikan dirinya sebagai sosok perempuan yang ingin berperilaku sebagaimana seorang laki-laki.

 Hal tersebut dapat dibuktikan dengan berbagai isu atau wacana yang mempertontonkan sikap, perilaku, gaya hidup seorang perempuan menjadi sama persisnya dengan laki-laki. Apabila perempuan menunut untuk kesetaraan akan profesi, hari ini yang mereka tuntut justru cara berpakaian, pergaulan dan hal apapun yang dilakukan oleh laki-laki menjadi boleh untuk dilakukan pula oleh beberapa dari mereka.  Misalnya laki-laki merokok, perempuan juga boleh merokok, laki-laki begadang di tongkrongan hingga larut malam, perempuan juga melakukan hal yang sama, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kesetaraan yang dimaksud telah mengalami degradasi moral sehingga merusak kodrat atau kedudukan yang seharusnya ada pada perempuan. Padahal, seharusnya seorang perempuan memiliki tingkat kemuliaan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan kodrat kelembutan, sebagai sosok yang harus dijaga dan dihargai. Menjadi setara, bukan berarti seorang perempuan harus menjadi laki-laki. Kesetaraan yang dimaksud tidak kemudian mencampuradukkan kebiasaan antara perempuan dan laki-laki, melainkan dipraktikkan saat laki-laki dan perempuan tidak lagi mengalami kekerasan, standar ganda, penundukan atau beban pembuktian dalam suatu struktur kehidupan sosial.

Komentar

Postingan Populer